Pilih Mana? Membedah Pembiayaan Konsumtif di Bank Syariah vs. Konvensional
Oleh : Bambang Tutuko
Butuh dana untuk membeli motor baru, merenovasi rumah, atau membeli gadget idaman? Saat ini, ada dua pintu utama yang bisa Anda tuju: bank konvensional dan bank syariah. Keduanya menawarkan produk pembiayaan konsumtif, namun dengan prinsip dan cara kerja yang sangat berbeda.
Bagi masyarakat awam, perbedaan ini sering kali membingungkan. Mana yang lebih baik? Mana yang lebih menguntungkan? Artikel ini akan membantu Anda memahami perbedaan mendasar keduanya secara sederhana, agar Anda bisa membuat keputusan yang paling tepat.
Konsep Dasar: Bunga vs. Jual Beli
Perbedaan paling fundamental terletak pada cara bank mendapatkan keuntungan.
- Bank Konvensional: Sistem Bunga (Interest)
- Konsep: Bank meminjamkan sejumlah uang kepada Anda. Sebagai imbalan atas “jasa peminjaman” tersebut, Anda wajib mengembalikan uang pokok beserta tambahan yang disebut bunga. Bunga ini adalah keuntungan bagi bank.
- Analogi Sederhana: Anda menyewa uang. Bunga adalah biaya sewa yang harus Anda bayar selama masa peminjaman.
- Bank Syariah: Sistem Berbasis Akad (Kontrak)
- Konsep: Bank syariah tidak meminjamkan uang secara langsung untuk tujuan konsumtif. Sebaliknya, bank bertindak sebagai penjual atau penyedia jasa. Bank akan membelikan barang yang Anda inginkan, kemudian menjualnya kembali kepada Anda dengan tambahan margin keuntungan yang disepakati di awal. Keuntungan bank berasal dari selisih harga ini, bukan dari bunga.
- Analogi Sederhana: Anda ingin membeli motor. Bank syariah akan membeli motor itu dari dealer, lalu menjualnya kepada Anda dengan cara dicicil. Harga jual dari bank ke Anda sudah termasuk keuntungan yang disepakati bersama.
Perbandingan Praktis dari Sisi Nasabah
Mari kita lihat perbedaan yang akan Anda rasakan langsung saat mengajukan pembiayaan.
Fitur | Bank Konvensional | Bank Syariah |
Dasar Transaksi | Pinjam-meminjam uang. | Jual-beli barang (Murabahah) atau sewa-menyewa (Ijarah). |
Sumber Keuntungan | Bunga (Interest). | Margin Keuntungan atau Ujrah (Biaya Sewa). |
Sifat Angsuran | Bisa Tetap (Fixed) atau Mengambang (Floating). Suku bunga bisa naik-turun mengikuti acuan Bank Indonesia. | Pasti dan Tetap hingga akhir masa cicilan. Jumlah angsuran tidak akan pernah berubah. |
Objek Transaksi | Uang tunai yang diberikan kepada nasabah. | Barang atau jasa yang spesifik. Bank tidak memberikan uang tunai, melainkan barang yang dibutuhkan. |
Denda Keterlambatan | Dikenakan bunga denda yang dihitung dari persentase sisa pokok pinjaman. | Dikenakan denda (ta’widh) yang besarnya tidak boleh bersifat memberatkan dan biasanya dialokasikan untuk dana sosial, bukan sebagai pendapatan bank. |
Kepastian di Awal | Jumlah total pengembalian bisa tidak pasti jika menggunakan suku bunga mengambang. | Jumlah total yang harus dibayar sudah pasti sejak awal akad disepakati. |
Studi Kasus: Membeli Sepeda Motor Seharga Rp20 Juta
Untuk lebih mudahnya, mari kita simulasikan. Budi ingin membeli motor seharga Rp20 juta dengan tenor 3 tahun.
- Skenario Bank Konvensional (Suku Bunga Floating):
- Bank memberikan pinjaman uang tunai Rp20 juta kepada Budi.
- Budi membayar cicilan bulanan yang terdiri dari pokok dan bunga.
- Di tahun pertama, bunganya mungkin 10% per tahun. Namun, di tahun kedua, jika suku bunga acuan BI naik, bunga pinjaman Budi bisa ikut naik menjadi 12%. Akibatnya, cicilan bulanan Budi akan meningkat. Total pembayaran Budi di akhir menjadi tidak pasti.
- Skenario Bank Syariah (Akad Murabahah):
- Budi datang ke bank syariah dan menyatakan ingin membeli motor seharga Rp20 juta.
- Bank syariah membeli motor tersebut dari dealer.
- Bank kemudian menjual motor itu kepada Budi dengan harga, misalnya, Rp25 juta (Rp20 juta harga pokok + Rp5 juta margin keuntungan bank). Harga ini disepakati di awal.
- Budi membayar cicilan sebesar Rp25 juta dibagi 36 bulan (sekitar Rp694.444 per bulan). Angka ini tidak akan pernah berubah sampai cicilan lunas, apa pun kondisi ekonomi.
Jadi, Mana yang Harus Dipilih?
Tidak ada jawaban tunggal “mana yang lebih baik”. Pilihan tergantung pada prioritas dan prinsip Anda.
- Pilih Bank Konvensional jika:
- Anda membutuhkan fleksibilitas dalam bentuk dana tunai.
- Anda menemukan promo suku bunga fixed yang sangat rendah untuk periode tertentu dan Anda yakin bisa melunasinya dalam periode tersebut.
- Anda tidak terlalu khawatir dengan risiko kenaikan suku bunga di masa depan.
- Pilih Bank Syariah jika:
- Anda menginginkan kepastian. Jumlah cicilan yang tetap memberikan ketenangan dalam merencanakan keuangan jangka panjang.
- Anda ingin menghindari unsur riba (bunga) karena alasan keyakinan.
- Anda menghargai transparansi, di mana keuntungan bank sudah jelas dan disepakati di muka.
Kesimpulan Akhir:
Memahami perbedaan mendasar antara pembiayaan konsumtif di bank syariah dan konvensional adalah kunci untuk menjadi konsumen yang cerdas. Ini bukan sekadar soal “murah” atau “mahal”, tetapi tentang sistem mana yang paling sesuai dengan profil risiko, perencanaan keuangan, dan nilai-nilai yang Anda anut.